Berangkat!!


KAJIAN AYAT
AL QUR’AN SURAT AT TAUBAH AYAT 41


 At-Taubah Ayat 41


Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.






Setelah ayat yang lalu memerintahkan untuk keluar berperang bersama Rasul saw. dan menegaskan bahwa hal tersebut pada hakikatnya tidak dibutuhkan Allah tidak juga oleh Rasul saw. – karena Allah telah membela dan mendukungnya ketika dia sendiri dan berdua, -- setelah menjelaskan hal tersebut maka menjadi jelaslah bahwa perintah berjihad pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan yang diperintah,dan karena itu ayat ini sekali lagi memerintahkan Berangkatlah kamu semua menuju medan jihad dengan bergegas dan penuh semangat baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, kaya atau miskin, kuat atau lemah, masing-masing sesuai kemampuannya dan berjihadlah dengan harta dan diri kamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kamu ditinjau dari berbagai aspek duniawi dan ukhrawi sebagaimana dipahami dari bentuk nakjrah/indifinit kata (خير) khair. Jika kamu mengetahui betapa banyaknya kebajikan yang disiapkan Allah bagi yang berjihad dan taat kepada-Nya, tentulah kamu akan melaksanakan perintah ini.

Firman-Nya: (وثقالا خفافا) khifafan wa tsiqalan/ ringan atau berat dapat menampung aneka makna. Kata khifafan adalah bentuk jamak dari khafif yang berarti ringan, sedangkan lawannya, kata tsiqalan adalah bentuk jamak dari tsaqil. Kata ringan dalam konteks ayat ini dapat juga berarti jumlah yang sedikit, yakni sedikit personil, atau perlengkapan atau tanggungan berupa keluarga dan anak-anak, atau berarti “penuh semangat” Jika makna-makna itu yang dipilih maka kata tsiqal adalah lawan (antonim)nya. Kata tersebut dapat juga dalam arti serangan-serangan yang berulang-ulang, karena yang melakukan ringan geraknya sehingga dapat mengulang-ulangi serangan. Adapun tsiqal, maka maknanya ketika itu adalah kemampuan bertahan menghadapi musuh.

Penggalan ayat ini menunjukan bahwa jika mobilisasi diumumkan, maka semua orang dalam masyarakat muslim harus terlibat dalam mendukung jihad, tentu saja kecuali yang keadaannya tidak memungkinkan. Sebelum turunnya ayat ini – yakni pa QS. al-Fath [48]: 17 – Allah menegaskan bahwa:
Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang-orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang).

Dengan demikian ayat ini tidak perlu bahkan tidak mungkin dinilai telah dibatalkan olehayat al-Fath – sebagaimana dugaan sementara ulama – karena bukan saja ayat al-Fath itu labih dahulu turun dari ayat at-Taubah ini, tetapi juga karena maknanya kedua ayat tersebut dapat dikompromikan maknanya. Di sisi lain perlu dicatat bahwa walaupun seseorang tidak mampu, namun dalam keadaan mobilisasi umum, ia dapat melakukan hal-hal dalam batas kemampuannya. Dalam kondisi ini Imam az-Zuhri meriwayatkan bahwa ulama besar Sa’id Ibnu al- Muwayyib ikut berpartisipasi dalam peperangan walaupun salah satu matanya tidak melihat lagi. Ketika ada yang berkata padanya “Bukankah engkau memiliki udzur untuk tidak ikut?” beliau menjawab “Allah memerintahkan untuk pergi berjihad bagi yang keadaannya ringan dan berat, kalau aku tidak dapat ikut berperang, maka paling tidak, aku memperbanyak jumlah pasukan dan akupun dapat menjaga barang-barang dan perlengkapan.”Demikian juga halnya dengan sahabat Nabi saw, Abu Thalhah ra. yang membaca ayat ini lalu berkata: “Saya memahami bahwa Tuhanku meminta aku berjihad ketika muda dan tua.” Ia kemudian memerintahkan anak-anaknya mempersiapkan alat perangnya, Mereka berkata: “Sesungguhnya engkau telah berjihad pada masa Rasul saw. sampai beliau wafat, demikian juga pada masa Abu Bakar ra. dan Umar ra. hingga keduanya wafat, maka kini tidak perlu lagi eungkau pergi berperang, biarlah kami yang berperang.” Namun ia bersikeras untuk pergi berjihad dan akhirnya ia gugur, jenazahnya baru dikuburkan setelah lewat satu minggu tetapi badannya tetap utuh dan tidak berbau. Demikian diriwayatkan oleh pakar hadits Abu Ya’la al-Mushili dengan sanad yang shahih melalui sahabat Nabi saw. Anas Ibnu Malik.
Didahulukannya kata harta di sini atas jiwa (diri) untuk menekankan perlunya menyumbangkan harta benda, apalagi dalam situasi Perang Tabuk di mana kaum muslimin sangat membutuhkannya – sampai-sampai perang tersebut dinamai sa’at al-‘Usrah/ masa krisis,karena banyaknya musuh, jauhnya perjalanan lagi sulitnya situasi. Ini pula sebabnya sehingga sementara kaum muslimin yang lemah imannya enggan ikut dalam perang.

Dalam peperangan ini Sayydina Utsman ra. menyumbang untuk biaya perang sebanyak seribu dirham, satu jumlah yang sangat banyak ketika itu, sampai-sampai Rasul saw. berdoa: “Ya Allah ridhailah Utsman karena sesungguhnya aku telah ridha kepadanya.” Demikian Ibnu Hisyam dalam sirahnya. Riwayat lain menyatakan bahwa beliau menyumbangkan dua ratus ekor unta dengan perlengkapannya serta sejumlah besar uang.
( Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an vol.5 (M Quraish Shihab), Penerbit Lentera Hati)

Asbabun nuzul

Dalam satu riwayat dikemukakan bahw ayat ini (Q.S. 9 At Taubah: 38) turun sesudah Fat-hu Makkah, ketika kaum Muslimin diperintahkan menyerang kota Tabuk. Pada waktu musim panas, buah-buahan hampir matang yang merangsang mereka untuk duduk berteduh di bawah pohon sambil menikmati buah-buahan. Mereka merasa enggan meninggalkan tempat untuk melaksanakan perintah. Ayat ini (Q.S 9 At Taubah: 38-40) memberikan peringatan kepada mereka bahwa kenikmatan seperti itu tidak ada artinya bila dibandingkan kenikmatan di akhirat. Kemudian turunlah ayat berikutnya (Q.S 9 At Taubah: 41) yang memrintahkan untuk melaksanakan perintah, baik dengan perasaan ringan ataupun berat.
Diriwayat kan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid
               Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Najdah bin Nafi’ bertanya kepada Ibnu ‘Abbas tentang ayat ini (Q.S. 9 At Taubah: 39). Ia menjawab: “Rasulullah memerintahkan berangkat ke medan perang kepada beberapa suku bangsa Arab, tetapi mereka enggan melaksanakan perintah itu. Maka turunah ayat ini (Q.S. 9 At Taubah: 39) sebagai ancaman terhadap keengganan mereka. Mereka pun mendapat Siksaan dari Allah dengan tidak turunnya hujan.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Manjdah bin Nafi’
               Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di antara kaum Muslimin mungkin terdapat orang-orang yang sakit atau lemah karena tua, sehingga merasa berdosa tidak ikut berperang  sabil, Maka Allah Menurunkan Ayat ini (Q.S. 9 At Taubah: 41) yang memerintahkan berangkat perang, baik dengan perasaan ringan ataupun berat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadirami
Asbabun nuzul: Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Qur’an (K.H. Q. Shaleh, K.H. A. Dahlan, dkk) edisi kedua, Penerbit Diponegoro.
 
 

Komentar

Postingan Populer